Wednesday, September 23, 2009

Wai Lilinita

Sejarah tentang Wai Lilinita, atau lazim disebut ‘Air Bak’ atau "aer parampuang' sudah sulit dijejaki. Umumnya dituturkan bahwa, Wai Lilinita adalah satu kolam air yang ditanam oleh seorang perempuan dari marga Tehupeiory (Hutumuri), yang kawin dengan seorang lelaki dari marga Maspaitella dari Negeri Rutong. Ia sering dipukuli suaminya. Karena itu setiap menangis, air matanya ditampung pada ‘tempurung’ (batok) kelapa.

Suatu ketika air mata di dalam ‘tempurung’ itu penuh dan perempuan tadi menanamnya di dapur rumahnya. Menurut tuturan yang pernah ada, tempatnya yang sekarang adalah bekas rumah kedua suami-istri tadi. Air yang ditanam itu kemudian muncul seperti mata air dari dalam tanah, dan sumbernya semakin membesar hingga menenggelamkan rumah itu.
Sumber air, tempat ‘tempurung’ tersebut ditanam dari dahulu menjadi sumber air minum satu-satunya di Rutong, dan kini telah dibangun menjadi empat bagian. Bagian ‘air mata’ sebagai tempat air minum; bak besar – sebagai tempat mandi perempuan dewasa, bak kecil sebagai tempat mandi anak-anak kecil (laki-laki dan perempuan), dan bagian di bawahnya sebagai tempat cucian umum. Air ini tidak mengalir ke pantai, tetapi tergenang di dalam dusun sagu. Salah satu cabangannya bermuara di kolam air Kapui, tempat orang Rutong dahulu membuat ‘goti’.

Di beri nama Lilinita, diperkirakan mengikuti nama perempuan Tehupeiory tadi. Biasanya juga disebut Air Perempuan, karena diperuntukkan kepada perempuan. Sedangkan Wai Hula yang diperuntukkan sebagai tempat mandi laki-laki dewasa, dan juga tempat mencuci untuk perempuan.

Sunday, September 20, 2009

Panas Gandong Amalopu 1980

Panas Gandong merupakan ‘ritus adat’ antara dua negeri gandong, Rumahkay (Amakele Lorimalahitu) dan Rutong (Loupurisa Uritalai) yang diselenggarakan tiap 5 tahun sekali, sesuai dengan pengelompokkan Pata (Kelompok) Lima, sebagai persekutuan (liga) adat kedua negeri.

Dalam tradisinya, kedua negeri ini mengakui sekandung (kakak-adik), karena itu sapaan yang biasa dikenakan kepada tiap anggota masyarakat adalah “gandong kaka” dan “gandong ade”. Jadi tiap orang Rutong menyapa saudara gandongnya, harus diawali dengan sebutan “gandong kaka…” baru menyebut namanya, sebaliknya juga demikian.

Ritus Panas Gandong tahun 1980, adalah yang terakhir dalam kurun waktu 1980-an sampai kini. Beberapa kali harus dilaksanakan, namun terkendala oleh beberapa hal prinsip. Pada tahun 1995, kendalanya adalah Pemerintahan Negeri di kedua Negeri yang belum terbentuk; dan selanjutnya oleh alasan situasi keamanan Maluku yang belum kondusif.

Gambar ini adalah gambar anak-anak SD Negeri Rutong yang sedang menanti kedatangan gandong kaka di jalan depan sekolah, sambil mendendangkan lagu Penyambutan berjudul “Hidop Gandong” Melodi & Syair diciptakan oleh Frans Pesulima:

Syairnya:

Dengan gembira kami sambut gandong eee
Ya lima tahun kita telah bercerai
sekarang kita kembali baku dapa
sio sungguh manis pri hidup gandong eee
Reef.
Gandong eeee (gandong eee)….gandong eeee
Mengarung laut sengsara badan eee
Si gandong (sio gandong)
Potong di kuku rasa di daging eee
Hidop ade kaka